Seorang raja bersama pengiringnya keluar dari istananya untuk menikmati udara pagi. Di keramaian, ia berpapasan dengan seorang pengemis. Sang raja menyapa pengemis ini:
“Apa yang engkau inginkan dari dariku?”
Si pengemis itu tersenyum dan berkata : “Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.”
Sang raja terkejut, ia merasa tertantang : “Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!
Maka menjawablah sang pengemis: “Berpikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.”
Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis.
“Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.”
Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah: “Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan.”
Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis dihadapannya. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.
Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.
Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya : “Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?”
Pengemis itu menjawab sambil tersenyum : “Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : power tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak.”
Raja itu bertanya lagi : “Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?”
“Tentu ada, iaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu.”*
Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.
*[dari QS Ibraahiim; 14:7]
“Apa yang engkau inginkan dari dariku?”
Si pengemis itu tersenyum dan berkata : “Tuanku bertanya, seakan-akan tuanku dapat memenuhi permintaan hamba.”
Sang raja terkejut, ia merasa tertantang : “Tentu saja aku dapat memenuhi permintaanmu. Apa yang engkau minta, katakanlah!
Maka menjawablah sang pengemis: “Berpikirlah dua kali, wahai tuanku, sebelum tuanku menjanjikan apa-apa.”
Rupanya sang pengemis bukanlah sembarang pengemis. Namun raja tidak merasakan hal itu. Timbul rasa angkuh dan tak senang pada diri raja, karena mendapat nasihat dari seorang pengemis.
“Sudah aku katakan, aku dapat memenuhi permintaanmu. Apapun juga! Aku adalah raja yang paling berkuasa dan kaya-raya.”
Dengan penuh kepolosan dan kesederhanaan si pengemis itu mengangsurkan mangkuk penadah sedekah: “Tuanku dapat mengisi penuh mangkuk ini dengan apa yang tuanku inginkan.”
Bukan main! Raja menjadi geram mendengar ‘tantangan’ pengemis dihadapannya. Segera ia memerintahkan bendahara kerajaan yang ikut dengannya untuk mengisi penuh mangkuk pengemis kurang ajar ini dengan emas! Kemudian bendahara menuangkan emas dari pundi-pundi besar yang di bawanya ke dalam mangkuk sedekah sang pengemis. Anehnya, emas dalam pundi-pundi besar itu tidak dapat mengisi penuh mangkuk sedekah.
Tak mau kehilangan muka di hadapan rakyatnya, sang raja terus memerintahkan bendahara mengisi mangkuk itu. Tetapi mangkuk itu tetap kosong. Bahkan seluruh perbendaharaan kerajaan: emas, intan berlian, ratna mutumanikam telah habis dilahap mangkuk sedekah itu. Mangkuk itu seolah tanpa dasar, berlubang.
Dengan perasaan tak menentu, sang raja jatuh bersimpuh di kaki si pengemis bukan pengemis biasa, terbata-bata ia bertanya : “Sebelum berlalu dari tempat ini, dapatkah tuan menjelaskan terbuat dari apakah mangkuk sedekah ini?”
Pengemis itu menjawab sambil tersenyum : “Mangkuk itu terbuat dari keinginan manusia yang tanpa batas. Itulah yang mendorong manusia senantiasa bergelut dalam hidupnya. Ada kegembiraan, gairah memuncak di hati, pengalaman yang mengasyikkan kala engkau menginginkan sesuatu. Ketika akhirnya engkau telah mendapatkan keinginan itu, semua yang telah kau dapatkan itu, seolah tidak ada lagi artinya bagimu. Semuanya hilang ibarat emas intan berlian yang masuk dalam mangkuk yang tak beralas itu. Kegembiraan, gairah, dan pengalaman yang mengasyikkan itu hanya tatkala dalam proses untuk mendapatkan keinginan. Begitu saja seterusnya, selalu kemudian datang keinginan baru. Orang tidak pernah merasa puas. Ia selalu merasa kekurangan. Anak cucumu kelak mengatakan : power tends to corrupt; kekuasaan cenderung untuk berlaku tamak.”
Raja itu bertanya lagi : “Adakah cara untuk dapat menutup alas mangkuk itu?”
“Tentu ada, iaitu rasa syukur kepada Allah SWT. Jika engkau pandai bersyukur, Allah akan menambah nikmat padamu.”*
Ucap sang pengemis itu, sambil ia berjalan kemudian menghilang dari mata khalayak.
*[dari QS Ibraahiim; 14:7]
0 ulasan:
Catat Ulasan